Terjepit

Kondisi perut tak bisa lagi diajak kompromi. Terbirit-birit menuju ke kamar mandi. Pintu dibuka, mencoba sesegera mungkin menutup.

BLAMM!!

Pintu memang telah menutup, tapi jari, masih berada di antara pintu dengan bingkai pintu. Nyuuutttt!!! Dari jemari merambat cepat ke otak. Tak kalah sigap, otak memerintahkan mulut, kemudian :

ArrrHHHggggg!!!

Teriakan itu merobek pagi. Namun, tak lama, karena perut kembali cerewet. Panggilan alam yang lain, harus segera dijawab, dan :

EerrrrGGGGhhhhh!!!

…

Terjepit ternyata tidak nyaman, sakit, perih, gelisah, jengkel dan marah. Sebenarnya ingin marah, namun ternyata karena kesalahan sendiri. Jengkel sekali, namun lagi-lagi karena kesalahan sendiri.

Terburu-buru, kondisi darurat, dan desakan masalah, biasanya akan memicu kurangnya kehati-hatian. Perhitungan yang sembarangan, analisis resiko dan tanggung jawab yang kurang lengkap, terjepitlah hasilnya.

Terjepit tidak pernah disengaja, hampir sama dengan terpeleset, terjerembab, terjebak, tertabrak dan seterusnya. Satu hal yang terjadi tidak sengaja, namun memberikan efek yang menyakitkan, tentu tidak lucu kemudian.

Salah posisi, betapa tidak? Terletak di antara daun pintu dan bingkai pintu. Ya, terjepit! Salah posisi, terletak di antara dua masalah atau lebih, ya terjepit masalah! Salah posisi, terletak di antara dua hutang, ya terjepit hutang! Pendek kata, salah posisi di antara dua hal tidaklah nyaman.

Hati-hati dalam melangkah. Mencoba menghindar di saat yang tepat, saat himpitan sudah di depan hidung. Mempelajari peta permasalahan dengan baik, sebelum menentukan langkah. Mengambil keputusan yang tepat, saat masalah benar-benar sudah tidak dapat dihindari lagi.

Saya pun, harus memutuskan, segera keluar dari kamar mandi. Kaki sudah pegal-pegal, pun urusan di dalam sudah selesai.

…

Paman, kenapa tadi teriak?

Paman, terjepit pintu.

Wah, enak dong!

Hah, kok enak?

Iya, kata Lek Nah, si janda kembang, kejepit enak!

Walah!

asal gambar

« AdaDanTiada

Sambal »